Tuesday, April 18, 2006

White Lotus 2

Sambungan...





Saat aku mekar, menebarkan keharuman, menampakkan keindahan, kumbang dan lebah pun berdatangan, menghisap madu namun tak memudarkan warna, keindahan dan keharumannku.



As a bee without harming the flower, its colour or scent, flies away, collecting only the honey, even so should the wise man dwell in the society: The Buddha.

White Lotus

Dalam literatur Buddhist, lotus atau teratai adalah simbol kesucian. Alasannya adalah walaupun, lotus tumbuh dari lumbur lotus tak akan pernah ternoda oleh lumpur. Demikian pula, orang-orang yang telah kokoh dalam moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan tidak akan goyah diterpa badai kehidupan. Ia tetap akan kokoh berdiri dengan tegar menghadapi tantangan hidup.


Ini adalah white lotus yang ada di vihara yang saya tempati. Kelopaknya mulai bermekaran untuk menatap dunia nan warni-warni.







Terik matahari benar-benar menyengat. Mana aku ditaruh di pot kecil lagi. terpaksa deh aku layu untuk sesaat....

Yang Tak Pernah Kutahu

Bunga sering memberikan nilai aestetik dalam hidupku. Tapi banyak bunga yang tidak kuketahui namanya. Saya pikir tidak masalah karena saya ini bukan tukang bunga. Lagi pula, kalau saya jadi tukang bunga pasti banyak orang yang tertawa.

Walaupun bunga ini adalah bunga yang umum di desa-desa, saya tidak pernah tahu (hm...tidak pernah tahu atau memang tidak mau tahu) namanya. Bunga yang indah menghiasi halaman ini ada Sakya Ditha Training Center, Panadura--sekitar 3 jam dari tempat tinggal saya.


Yang ini sih beda warna, juga beda tempatnya. Bunga ini ada di Bellanwila Rajamaha Vihara, salah vihara yang paling terkenal di Kota Kolombo. Di vihara ini dulu, kami tinggal selama kurang lebih 1,5 tahun.


Tatkala malam berlalu, bunga pun masih senantiasa mekar menampakkan keindahannya.


Ini bunga apa ya? Kok sampai-sampai semut juga turut menikmati keindahannya.


Yang ini juga aku tidak tahu namanya.

Pokoknya banyak bunga yang tidak saya ketahui namanya. Orang bilang tak kenal, maka tak sayang. Di satu sisi, pribahasa itu ada benarnya namun di sisi lain juga tidak benar. Buktinya walaupun saya tidak kenal nama-nama bunga tersebut, saya tetap menyukai bunga, paling tidak untuk dinikmati nilai aestetiknya.

Indahnya Kebersamaan

Foto bersama Samanera Santacitto, sahabatku dari Banjar Negara, Jawa Tengah. Banyak orang yang menyangka bahwa kami adalah anak kembar. Padahal, saya lebih muda lima tahun darinya. Lagipula, kedua orangtua kami tidak saling mengenal.


Bersama pelajar dari Sri Lanka.


Duduk bersama menikmati udara kebebasan. Tapi, saya sudah capek dan ngantuk. Lebih parah lagi, kalau saya kecapekan, typhus dan dehidrasi saya gampang kambuh. Kedua penyakit ini sering membuatku jatuh sakit.


Ini adalah teman kami dari Nepal.


“All the Sweetest Moments in the World Come Through Friendship, and the Bitterest One Comes from Enmity.” Anonymous.

Kunjungan Ke Panti Asuhan 2

Ini adalah dua temanku, satu dari Singapura dan satu dari Chech Republic--sebuah negara di antara Jerman, Polandia, Slovakia dan Austria. Mereka adalah manager kunjungan ini.

Ini adalah pemimpin regu. Ketika pemimpin regu telah beranjak dari sungai dan sirine dibunyikan, semua gajah pun akan kembali ke kandang.

Tidak hanya manusia yang butuh dana untuk membeli susu. Gajah juga butuh dana untuk membeli susu.

Meski usianya sudah 4 tahun tetap dikasih susu.

Setelah selesai mengunjungi the Orphanage House for Elephant, kami juga menyempatkan diri mengunjungi panti asuhan untuk anak-anak yang terkena bencana tsunami. Hanya saja, saya tidak sempat mengambil gambar-gambar mereka karena saya merasa capek, ngantuk dan rasa iba melihat anak-anak yang kehilangan orangtua serta sanak familinya.

“If Beings Knew, as I Know, the Result of Giving and Sharing, They Would not Eat Without Having Given, Nor Would They Allow the Stain of Meanness to Obsess Them and Take Root in Their Mind. Even if it were Their Last Morsel, Their Last Mouthful, They Would not Eat Without Having Shared it, if There were Someone to Share it with." The Buddha

Kunjungan Ke Panti Asuhan

Yang namanya panti asuhan, tentu tidaklah asing di telinga kita. Tempat itu adalah tempat untuk menampung anak-anak yang tidak punya orangtua atau anak-anak yang hidupnya terlantar. Di Sri Lanka, panti asuhan tidak hanya untuk manusia saja. Gajah pun punya panti asuhan. The Orphanage House for Elephant adalah salah satu panti asuhan untuk gajah yang telah saya kunjungi. Panti asuhan ini terletak di Pinwala, Kagale sekitar dua setengah jam dari Kota Kolombo.Gajah-gajah yang terlantar, tidak punya orangtua atau cacat ditaruh di tempat ini. Saya tidak sempat menghitung gajah-gajah yang ada sehingga saya tidak bis amenyebutkan jumlah pastinya. Setahu saya ada banyak.

Ini adalah Raja dan Ratu. Raja adalah gajah tertua di panti asuhan ini. Usianya sudah 64 tahun, hm...setua ibuku. Sementara Sang Ratu tidak ada keterangan yang jelas karena pawangnya tidak bisa berbahasa Inggris sedangkan Mama Sinhala dana na (Mame Sinhale dane ne: begitu mem-pronounce-nya). Orang bodo ketemu bodo, ya jadi jomblo.


Beginilah suasana gajah-gajah yang sedang mandi.

Aduh kasihannya kamu Mas. Mau menolong juga takut terinjak-injak dan dimarahin pak polisi.

Sebagian senang memegang gajah sedangkan yang lain ketakutan.


Para turis, dengan dipandu oleh para pawang, turut membantu memandikan gajah yang kepanasan.

Di KBRI Colombo, Sri Lanka

Indonesia dan Sri Lanka mempunyai hubungan diplomatik yang cukup erat. Hanya sayangnya, saya tidak tahu secara pasti kapan hubungan ini dimulai. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh para ahli, hubungan Indonesia dan Sri Lanka telah dimulai sejak abad kedua Masehi, namun yang lain mengatakan bahwa hubungan ini dimulai sejak abad ketujuh Masehi. Tapi sudahlah tidak perlu diperdebatkan karena ini bukan untuk tujuan ilmiah.

Karena mungkin untuk meneruskan hubungan tersebut, Indonesia pun memiliki kantor keduataan di Kolombo. Kantor KBRI yang terletak di Sarana Road ini tampak asri dan menyenangkan. Kalau pas lagi senggang, kami menyempatkan diri untuk main ke kantor KBRI karena pak Dubes selalu berpesan untuk datang agar rasa persaudaraan itu tetap terjaga. Kami pun selalu diberi undangan saat ada acara penting di kantor KBRI. Berikut ini adalah beberapa lembar foto di kantor KBRI yang sempat kami ambil saat perayaan 17 Agustus 2005.

Pak Dubes, asal Magelang, yang selalu ramah kepada siapapun meminta kami berdua untuk berpose bersama beliau dan ibu. Katanya sih untuk kenang-kenangan.


Ini adalah sebagian masyarakat Indonesia yang turut berpartisipasi untuk merayakan HUT RI yang ke-60. Ada lebih dari 300 orang Indonesia tinggal di Sri Lanka. Mereka bekerja di berbagai instansi dan ada juga yang berwirausaha sendiri.

Ini saat kami berpose bersama staff KBRI.


Pada saat itu, anak-anak KBRI turut meramaikan perayaan 17 Agustus dengan berbagai pertunjukan untuk menghibur para tamu undangan.

“Protecting Oneself, One Protects Others; Protecting Others, One Protects Oneself." The Buddha